Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran
Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses
pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.
Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah
berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32
orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk
murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran
berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan
yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas
yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah
proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya
kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana
guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam
waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau
Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda
dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan.
Pengertian
Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran
berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense)
yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.
Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
- Kurikulum yang memiliki tujuan
pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya
guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
- Bagaimana guru
menanggapi atau merespon
kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana
pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya,
apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan
penugasan serta penilaian yang berbeda.
- Bagaimana mereka menciptakan lingkungan
belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras
untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap
murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di
sepanjang prosesnya.
- Manajemen
kelas yang efektif. Bagaimana
guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya
fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin
melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara
efektif.
- Penilaian
berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut
menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang
telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan,
atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar
yang ditetapkan.
Tomlinson
(2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction
in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat
mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3
aspek.
Ketiga aspek tersebut
adalah:
- Kesiapan belajar (readiness)
murid
- Minat murid
- Profil belajar murid
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).
1. KESIAPAN BELAJAR (READINESS)
Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata
“Kesiapan Belajar”?
Bayangkanlah
situasi berikut ini:
Dalam pelajaran bahasa Indonesia, Bu
Renjana ingin mengajarkan muridnya membuat karangan berbentuk narasi. Ia
kemudian melakukan penilaian diagnostik. Ia menemukan bahwa ada tiga kelompok
murid di kelasnya.
- Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis
dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka
juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
- Kelompok B adalah
murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun
kosakatanya masih terbatas.
- Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis
dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.
Apa yang dilakukan oleh Bu Renjana di atas adalah memetakan
kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar.
Kesiapan Belajar
Kesiapan belajar (readiness) adalah
kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan
tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun
dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap
dapat menguasai materi baru tersebut.
Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar.
Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi
mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau
pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan
menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu.
Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan
murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan
dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol
dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif yang
dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini,
kita hanya akan membahas 6 perspektif dari beberapa contoh
perspektif yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan
oleh Tomlinson (2001: 47).
Kesiapan Belajar
Tombol-tombol dalam
equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas
6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat
yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).
- Bersifat mendasar - Bersifat
transformatif
Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut. Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.
- Konkret - Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
- Sederhana - Kompleks
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.
- Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain murid mungkin siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
- Tergantung (dependent) - Mandiri
(Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
- Lambat - Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).
2. MINAT MURID
Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan
respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan
memberikan kepuasan diri.
Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa
tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai
berikut:
- membantu murid menyadari bahwa ada
kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
- mendemonstrasikan keterhubungan
antar semua pembelajaran;
- menggunakan keterampilan atau ide
yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau
keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
- meningkatkan motivasi murid untuk
belajar.
Minat
sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat
situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang
dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada
saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara
tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan
tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur, menarik
dan menggunakan berbagai alat bantu visual. Yang kedua, minat
juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam
jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga
dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan,
maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat
itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik
atau menghibur.
Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar.
Pentingnya
Mempertimbangkan Minat Murid
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru
untuk menarik minat murid diantaranya adalah dengan:
- menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor, menciptakan kejutan-kejutan, dsb),
- menciptakan konteks pembelajaran
yang dikaitkan dengan minat individu murid,
- mengkomunikasikan nilai manfaat
dari apa yang dipelajari murid,
- menciptakan kesempatan-kesempatan
belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based
learning).
Seperti
juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid
tentunya akan berbeda-beda. Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan
menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat
adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat
mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan
kinerja murid. Hal lain yang perlu disadari oleh guru terkait dengan
pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat dikembangkan.
Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas
minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat
baru.
Untuk membantu guru mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada murid, guru dapat mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan oleh murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001)
Berikut
ini adalah contoh mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar
berdasarkan minat:
Ibu Putik ingin mengajarkan murid-muridnya keterampilan membuat
teks prosedur. Setelah selesai mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat
teks prosedur, Bu Putik lalu meminta murid berlatih membuat sendiri teks
prosedur tersebut. Setiap murid diperbolehkan untuk menulis dengan topik sesuai
dengan minat mereka. Anak yang memiliki minat terhadap memasak, boleh membuat
teks prosedur tentang bagaimana cara memasak makanan tertentu. Murid yang
memiliki minat terhadap kerajinan tangan boleh membuat teks prosedur tentang
membuat sebuah produk kerajinan tangan tertentu, dan sebagainya. Keterampilan
yang dilatih tetap sama, yaitu membuat teks prosedur, walaupun topiknya mungkin
berbeda.
3. PROFIL BELAJAR MURID
Profil Belajar mengacu pada cara-cara
bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi
atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk
memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien.
Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung
memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita
sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar
sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat
memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.
Profil belajar murid terkait dengan banyak
faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:
- Preferensi terhadap lingkungan
belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah
cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak
terstruktur, dsb.
Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb. - Pengaruh Budaya: santai -
terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
- Preferensi gaya belajar.
Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu: - visual: belajar dengan melihat
(misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power
point, catatan, peta, graphic organizer );
- auditori: belajar dengan mendengar
(misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras,
mendengarkan pendapat saat berdiskusi, mendengarkan
musik);
- kinestetik: belajar sambil
melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands
on, dsb).
Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar. - Preferensi berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences): visual-spasial, musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.
Berikut ini adalah contoh
Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar
murid:
Pak Neon akan mengajar
pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid dapat
mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Berdasarkan
identifikasi yang ia lakukan, Pak Neon telah mengetahui bahwa sebagian muridnya
adalah pembelajar visual, sebagian lagi adalah pembelajar auditori, dan
pembelajar kinestetik. Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya
tersebut, Pak Neon lalu memutuskan untuk melakukan beberapa hal
berikut ini:
- Saat mengajar, Pak Neon:
- menggunakan
banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.
- menyediakan
video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses oleh
murid.
- membuat
beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat
berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat
mengakses informasi.
- Saat
memberikan tugas, Pak Neon memperbolehkan murid-muridnya memilih
cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk
hidup. Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman
wawancara maupun performance atau role-play.
Contoh cara-cara yang
dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid
Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid
dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang
dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid:
- mengamati
perilaku murid-murid mereka;
- mengidentifikasi
pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan
topik yang akan dipelajari;
- melakukan
penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka
saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi
yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;
- mendiskusikan
kebutuhan murid dengan orang tua atau wali murid;
- mengamati
murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
- bertanya atau
mendiskusikan permasalahan dengan murid;
- membaca rapor
murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru
sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;
- berbicara
dengan guru murid sebelumnya;
- membandingkan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau
keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;
- menggunakan
berbagai penilaian penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah
berada dalam level yang sesuai;
- melakukan
survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;
- mereview dan
melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk
mengetahui efektivitas pembelajaran mereka; dll.
Daftar
di atas hanya beberapa contoh saja. Masih banyak cara lain yang dapat guru
lakukan untuk mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar
murid-murid mereka. Dapatkah Bapak/Ibu mengidentifikasi cara lainnya?
Perlu diperhatikan
bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, tidak selalu
harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan
saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan
dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan
belajar murid-muridnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar