Peran Guru Sebagai Penuntun (Sistem Among) atau Seorang Coach di Sekolah.
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.
Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, pendekatan coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Pendampingan dengan pendekatan Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam mengeksplorasi diri dan mengoptimalisasikan potensi guna mencapai tujuan pembelajaran. Harapannya, pendampingan murid melalui pendekatan coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.
Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan Coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses Coaching. Sebagai seorang Guru dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau mindset Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara guru dan murid yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.
Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.
Murid kita di sekolah tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk dikembangkan. Pengembangan potensi inilah yang menjadi tugas seorang guru. Apakah pengembangan diri anak ini cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang guru. Pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.
Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan memotivasi para murid untuk menjadi lebih baik karena mereka merasakan potensi mereka tergali dan berkembang seiring dengan proses dan hasil dari coaching yang mereka telah lakukan.
Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. Berkomunikasi seperti apakah yang perlu seorang coach miliki akan dibahas pada bagian selanjutnya dalam modul coaching ini.
TIRTA sebagai Model Coaching
TIRTA
TIRTA
dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat
luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah
kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu
mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari
sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal
yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,
3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam
memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan
sebuah rancangan aksi. 4) Will (Keinginan untuk
maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan
menjalankannya.
Model
TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk
memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat
tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar
menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan
pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di
komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.
TIRTA kepanjangan dari
T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab
Dari
segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita
ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga
ke hilir potensinya. Kita, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu
tetap mengalir, tanpa sumbatan.
Tugas
kita adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa
mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat
perkembangan potensi dalam dirinya.
Keterampilan Coaching Membantu Guru dalam Menjalankan Pendidikan Berpihak pada Murid
Pendidikan yang berpihak kepada murid dengan cata memberi kebebasan membangun sendiri pengetahuannya, tidak melulu dipandu oleh guru. Jadi anak dibebaskan untuk mengkonstruksi sendiri pemahamannya dalam materi. dalam hal penilaian, sebelumnya sistem penilaian sangat menjadi hak prerogatif guru dan tidak boleh dikomplain siapapun.
Di dalam konsep merdeka belajar, guru harus mampu mengubah hal tersebut bahwa anak harus dilibatkan dalam penilaian, anak harus diajak berdiskusi dalam kegiatan penilaian.
Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.
Masih terkait dengan kemerdekaan belajar, proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.
Murid kita di sekolah tentunya memiliki potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk dikembangkan. Pengembangan potensi inilah yang menjadi tugas seorang guru. Apakah pengembangan diri anak ini cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang guru. Pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.
Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. JIka proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi.
Mengingat pentingnya proses coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. Berkomunikasi seperti apakah yang perlu seorang coach miliki akan dibahas pada bagian selanjutnya dalam modul coaching ini. Selain keterampilan berkomunikasi, beberapa keterampilan dasar perlu dimiliki oleh seorang coach. International Coach Federation (ICF) memberikan acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:
a. keterampilan membangun dasar proses coaching
b. keterampilan membangun hubungan baik
c. keterampilan berkomunikasi
d. keterampilan memfasilitasi pembelajaran
Empat keterampilan dasar seorang coach seharusnya dapat dimiliki oleh guru ketika memerankan diri sebagai coach.
Peran penting seorang coach dalam rangka mewujudkan Pembelajaran Berdifferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional adalah
uintuk membantu murid dalam kesiapan pembelajaran berdifferensiasi, bahwa murid akan nyaman dengan pilihan baik dalam hal apa yang ingin diketahui, pahami dan yang akan dipelajari (dalam hal content), untuk mendapatkan informasi atau bagaimana iya belajar atau aktivitas yang dilakukan murid dalam mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan berdasarkan konten yang akan dipelajari. (Process), bukti apa yang sudah mereka pelajari dan pahami. Murid-murid akan mendemostrasikan atau mengaplikasikan mengenai apa yang sudah mereka pahami. (Produk). Untuk mewujudkan hal tersebut, maka sebagai seorang coach hendaknya proaktif untuk membantu murid yang kesulitan dalam menentukan pilihan-pilihan dalam proses pembelajaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyan seperti Model TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, dan Tanggungjawab) sehingga pilihan langkah-langkah dalam proses pembelajaran terlaksana dengan maksimal.
Sementara peran coach dalam Pembelajaran Sosial Emosional adalah murid berlatih dalam hal berkesadaran penuh, mengatur emosi, mengatur ritme kelas, sehingga murid merasa rileks, enjoy dan lebih bersemangat, mengerti tentang diri sendiri. Coach dalam hal ini akan melaksanakan komunikasi yang memberdayakan murid dalam bentuk pertanyaan yang akan mengiring murid untuk menentukan ide-ide yang akan dapat membantu permasalahannya.