Selasa, 07 Desember 2021
Program Sekolah Berdampak Pada Murid
Kepemimpinan Murid
Apakah
kepemimpinan murid ?
Dari
paket modul 1 dan 2 sebelumnya, Bapak/Ibu telah belajar bahwa murid harus
menjadi dasar bagi semua pengambilan keputusan yang kita buat di sekolah.
Melalui filosofi dan metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara
mengingatkan kita bahwa dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada
murid, kita harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang
mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan
kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang sebuah program/kegiatan
pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau
ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama.
Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kita dapat menempatkan murid dalam
proses pengambilan keputusan terkait dengan program/kegiatan pembelajaran
tersebut?
“Sesungguhnya
alam-keluarga itu bukannya pusat pendidikan individual saja, akan tetapi juga
suatu pusat untuk melakukan pendidikan sosial. Orangtua harus melakukan
pendidikan bersama dengan pusat-pusat pendidikan, dan terhubung dengan kaum
guru dan pengajar [Ki Hadjar Dewantara dalam Wasita, Tahun ke-1 No.3,
Mei 1993]”
Kita
semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar
menerima instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat,
penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai
hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang
lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri pemahaman tentang
diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas.
Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas
untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Namun,
terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka
tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan
proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa sadar membiarkan
murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned
helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid
pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta
mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Kepemimpinan Murid
(Student Agency)
Agar
kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya
sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan
kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga
potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran kita adalah:
- Mendampingi
murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan
kodrat, konteks dan kebutuhannya.
- Mengurangi
kontrol kita terhadap mereka
Saat
murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat
mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang
disebut dengan “agency”. Agency berasal dari
bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi
fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan yang
dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency”
ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat
pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan
rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar,
mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan
nyata sebagai hasil proses belajarnya.
Mengingat
bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam
bahasa Indonesia, maka untuk kepentingan pembahasan di dalam modul ini, maka
istilah student agency ini selanjutnya akan diterjemahkan
sebagai “kepemimpinan murid”.
Kepemimpinan Murid
(Student Agency)
Jika
kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan pengembangan
identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka
mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman
bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka
menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian
memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing
mereka untuk berkembang di masyarakat.
Konsep
kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki
kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka
sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai
kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara
bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah
tentang murid yang bertindak secara aktif; dan membuat keputusan serta
pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang
ditentukan oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam
pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam
memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung
menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan
tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan
secara natural mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar).
Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang
dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka.
Saat
murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran
mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan
mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan.
Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat murid belajar
mereka akan:
- berusaha untuk
memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
- menunjukkan
keterlibatan dalam proses pembelajaran
- menunjukkan
tanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka sendiri.
- menunjukkan
rasa ingin tahu
- menunjukkan inisiatif
- membuat
pilihan-pilihan tindakan
- memberikan
umpan balik kepada satu sama lain.
Di
sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar
akan:
- berusaha secara
aktif mendengarkan, menghormati dan menanggapi ide-ide, pendapat,
pertanyaan, aspirasi dan perspektif murid-murid mereka.
- memperhatikan
kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk memastikan
proses pembelajaran sesuai untuk mereka.
- mendorong murid
untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-tugas
terbuka.
- menawarkan
kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil
risiko.
- mempertimbangkan
sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid berdasarkan
informasi yang mereka miliki
- menunjukkan
minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap aktivitas
murid untuk memperluas pemikiran mereka.
Untuk
lebih memahami konsep kepemimpinan murid, Bapak/Ibu dapat membaca tabel berikut
ini.
Kepemimpinan Murid
dan Profil Pelajar Pancasila
Populasi
manusia Indonesia usia sekolah di masa sekarang, dalam 10-15 tahun mendatang
akan menjadi populasi terbanyak dan mendominasi usia produktif masyarakat
Indonesia. Ini sering kita sebut sebagai bonus demografi jika saja kita dapat
menumbuhkan manusia produktif Indonesia yang berkarakter baik. Namun
sebaliknya, jika karakter yang bertumbuh adalah justru karakter buruk, maka
“kutukan” demografi-lah yang akan Indonesia dapatkan. Profil Pelajar Pancasila
sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter warganya di masa
mendatang. Profil Pelajar Pancasila adalah muara dari konsep merdeka belajar
dan pemelajar sepanjang hayat yang ingin dibangun lewat upaya penumbuhkembangan
kepemimpinan murid. Melalui upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid kita
menyediakan kesempatan murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang
kemudian diharapkan dapat mewujud sebagai pelajar Pancasila yang tidak
hanya menjadi pribadi yang merdeka, namun juga menjadi pribadi yang
memerdekakan bangsanya.
Jika kita
telaah lebih lanjut, dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid maka secara
bersamaan kita sebenarnya juga membangun karakter murid yang:
- beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan
mendorong murid mengembangkan berbagai sikap-sikap positif yang merupakan
pengejawantahan dari iman, ketakwaan dan akhlak mulia.
- berkebinekaan
global. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan melatih murid-murid
kita untuk memiliki pemikiran dan wawasan yang terbuka. Mereka akan
terbiasa untuk melihat perbedaan, menghargai beragam perspektif sehingga
diharapkan dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang majemuk, yang mampu
menghadapi perbedaan dan perubahan, baik dalam lingkup lokal maupun
global.
- mampu bergotong
royong. Kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk terlibat dan
berinteraksi dengan orang lain, bekerjasama dan berkontribusi dalam
masyarakat yang lebih luas.
- mandiri. Menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid mendorong murid untuk mengambil kontrol dan bertanggung
jawab pada proses pembelajarannya sendiri.
- dapat berpikir
kritis. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk
memiliki kemampuan berpikir kritis karena mereka akan belajar untuk
membuat pilihan dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.
- kreatif.
Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk terekspos
pada pengalaman belajar otentik yang menuntut mereka untuk mampu melihat
permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari solusi atas
permasalahan tersebut.
Suara Murid,
Pilihan Murid, dan Kepemilikan Murid
Saat
murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita
katakan: saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya
memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan
kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka.
Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan
kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.
Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang
menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam
apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka
melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan,
dan kepemilikan murid? Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek
tersebut:
1. Suara
Murid (voice)
Ketika
kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya
berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan
pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang
bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk
memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi
murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa
dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.
Mempromosikan
suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara.
Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif,
memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “suara murid”:
- Membangun
budaya saling mendengarkan.
- Membangun
kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar.
- Memberikan
kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi.
- Mendiskusikan
keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
- Melibatkan
murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah
dilakukan.
- Melibatkan
murid dalam menyusun kriteria penilaian.
- Melibatkan
murid dalam perencanaan pembelajaran.
- Membentuk dewan
murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk memberikan
masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.
- Membuat daftar
rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk mengembangkan
rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat
berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang
disepakati, rapat kelas, dsb.
- Melakukan survei
untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman
sekolah.
- Memberikan
kesempatan murid menentukan menu kantin.
- Membuat kotak
saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah.
- Melakukan
kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia
nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka
untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi
untuk permasalahan tersebut.
- Membuat blog murid
dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid.
- Dapatkah Bapak/Ibu
menyebutkan contoh lainnya?
2.
Pilihan Murid (Choice)
Penelitian
yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan
Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid
kita mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus
memberikan murid kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan
belajar. Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid,
mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi
dalam pengalaman belajar (Aiken et al, 2016). Selain itu,
memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang
dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (Bandura,
1997).
Pertanyaannya
sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam
proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan.
Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan
menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.
- Membuka
cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
- Memberikan
kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan
pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
- Memberikan
kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam
sebuah kegiatan/program.
- Memberikan
murid kesempatan untuk memilih kelompok.
- Memberikan
kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan.
- Menggunakan
musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan
melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan
atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik
tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja
yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang
ingin mereka lakukan lebih dulu.
- Mengajak OSIS
membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk
memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini.
- Memberi
kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang
mereka inginkan.
- memberikan
kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai
dengan gaya , minat dan bakat mereka
- memberikan
kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat
mereka.
- memberikan
kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
- memberikan
kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam
melaksanakan pembelajarannya.
Dapatkah
Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?
3.
Kepemilikan Murid (ownership)
Dalam
pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam
kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab
terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang
lebih tinggi dalam proses belajarnya.
Voltz
DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing
Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22)
menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning)
sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat
pribadi seseorang dalam proses belajar. Jadi dengan kata lain, saat murid
terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional) dengan apa yang
sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses
belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka
terhadap proses belajar tinggi.
Berikut
ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”:
- Mengajak murid
mengatur layout kelas mereka sendiri.
- Meminta
pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.
- Merespon umpan
balik yang diberikan murid.
- menciptakan
lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan
kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan
pembelajaran mereka..
- Memulai
pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui
tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang
topik ini serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran.
- Memosting ide
siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati
kepemilikan murid )
- Mengkondisikan
lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan
buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang
pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
- Mengajak murid
untuk mengatur kelas mereka sendiri.
- Memajang
pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
- Melakukan self
assessment
- Membuat sudut
murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk
setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
- Memberi
kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka
miliki dan meminta mereka berbagi.
Untuk
menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut
perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi
penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka.
Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat
diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat
berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus
disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan
elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan
mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya.
Contoh
Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan
Kepemilikan Murid
Untuk
lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu terkait dengan elemen pilihan,
kepemilikan dan suara ini, silahkan Bapak/Ibu lihat beberapa contoh program
atau kegiatan sekolah yang disajikan dalam narasi situasi dan video berikut
ini.
Situasi
1
Bu
Dian mengajar di Kelas 1 SD. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan
murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Dian ingin
murid-muridnya memiliki rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga
mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia
kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas.
Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan
dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang
buku, lemari buku, meja guru, dsbnya. Karena murid-murid kelas 1 belum
bisa menulis, maka mereka boleh menggambar. Setelah itu setiap kelompok
akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain
dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok
melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan
dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu
layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun,
Ibu Dian lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia
sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan
paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, dan karena
Ibu Dian ingin menghargai pilihan murid, Ibu Dian tetap mewujudkan layout
tersebut. Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut, Ibu Dian
bertanya kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu
kalian untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu
Dian memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa
berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut
tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau
ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar
jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Dian lalu mengajak murid-muridnya
untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif.
Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun
diubah kembali menjadi lebih efektif.
Situasi
2
Murid-murid
Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit pembelajaran
tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep “gaya fisika”
dan berbagai alat bantu sederhana (misalnya tuas, katrol, bidang
miring, dsb.) yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga
mempelajari tentang kerja pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang
dilakukan Pak Waluyo adalah mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat
sederhana yang ada atau digunakan di sekolah mereka, misalnya seperti
perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-lain. Murid-murid juga
diajak untuk mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana tersebut bekerja. Mereka
pun melanjutkan diskusi dan pembelajaran di kelas dengan melakukan riset,
eksperimen, dsb, baik dalam bentuk kerja kelompok maupun individual. Sebagai
tugas sumatif, mereka mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang sebuah
model alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep terkait pesawat sederhana
untuk menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang
dapat digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan
sederhana, kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi
bersama, Pak Waluyo kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi
nyata yang dapat mereka lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang
baru saja mereka pelajari, untuk menyelesaikan permasalahan di tengah
masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Dalam proses ini,
masalah, ide, rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid
untuk dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan
orang tua. Dari tantangan tersebut, ternyata kemudian muncul beberapa
solusi nyata dan orisinil dari murid. Salah satunya, datang dari salah satu
murid yang gemar berenang dan menjadi tim renang di klub renang dekat rumahnya.
Ia mencermati bahwa balok start kolam
renang di klub renang mereka terlalu miring dan permukaannya terlalu
licin, sehingga menurutnya itu tidak aman. Sang Murid kemudian menyusun
penjelasan yang melandasi kekhawatirannya itu berdasarkan pemahamannya tentang
friksi gesekan dan gaya yang bekerja pada bidang miring. Ia
khawatir saat anak-anak menggunakan kolam renang tersebut dan mereka
tidak hati-hati, maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi dengan orangtua dan
Pak Waluyo untuk menguatkan argumen yang disusunnya. Akhirnya, sang murid
dengan bantuan Pak Waluyo membuat janji bertemu dengan pengelola kolam. Murid
tersebut kemudian mempresentasikan kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan balok
star tersebut. Pengelola kolam sangat kagum dan langsung merencanakan untuk
masuk segera dalam proyek perbaikan bulan mendatang. Tak lama kemudian, balok
star itu pun selesai diperbaiki.
Contoh
Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan
Kepemilikan Murid
Situasi
3
Di
masa Pandemi ini, Ibu Santi, seorang guru PAUD sangat menyadari bahwa meskipun
murid-murid belajar dari rumah, murid-murid harus tetap mendapatkan pengalaman
belajar yang akan membantu mereka mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak
secara maksimal. Kebetulan, sekolahnya menerapkan sistem Belajar dari Rumah,
yang mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron. Di dalam jadwal
pelajaran setiap harinya, akan ada waktu murid bertemu guru secara daring
melalui Google Meet, namun akan ada juga waktu bagi murid-murid ini untuk
melakukan kegiatan secara mandiri di rumah. Tujuannya, disamping agar
murid-muridnya tidak terlalu lama berhadapan dengan layar komputer, namun yang
paling penting Ibu Santi merasa murid-muridnya yang masih kecil-kecil ini perlu
untuk belajar melalui kegiatan yang bersifat nyata. Bu Santi kemudian membuat
rancangan aktivitas pembelajaran yang tertuang dalam bentuk ‘Choice Board’ atau
“Papan Pilihan”. Choice board ini berbentuk kotak-kotak (terdiri dari 9 kotak).
Di dalam setiap kotak dalam kisi-kisi tersebut, bu Santi menuliskan instruksi
untuk berbagai aktivitas berbeda yang dapat dilakukan oleh murid dalam satu
hari. Instruksinya cukup sederhana dan juga dilengkapi dengan
gambar. Jenis aktivitasnya juga sederhana, namun meliputi aktivitas yang
mengembangkan keterampilan kognitif, fisik- motorik, bahasa, sosial emosional,
moral-agama, dan seni. Salah satu kotak dari 9 kotak tersebut juga
dikosongkan oleh bu Santi untuk memberikan kesempatan murid menentukan sendiri
satu kegiatan yang ingin mereka lakukan bersama orang tua.
Beberapa
contoh kegiatan yang dimasukkan dalam grid tersebut,misalnya:
di
kotak 1: bu Santi meminta murid membuka dan menutup sebanyak mungkin tutup
botol atau toples yang ada di rumah.
di kotak 2: bu Santi meminta murid ke luar rumah, melihat awan, dan kemudian
menggambarnya.
di kotak 3: bu Santi meminta murid untuk menghitung jumlah kaus yang ada di
lemari pakaiannya dan mengidentifikasi warnanya.
di kotak 4: bu Santi meminta murid untuk melihat ke dapur mereka dan mengidentifikasi
ada warna apa yang mereka lihat di sana.
dsb.
Kesemua
aktivitas yang diminta dapat dilakukan secara mandiri oleh murid atau dengan
sedikit supervisi dari orang tua atau orang dewasa di rumah. Choice Board
dibuat oleh guru dalam bentuk yang menarik dan dikirimkan oleh guru kepada
orang tua melalui grup whatsapp. Choice board ini akan dikirimkan kepada orang
tua setiap minggu sekali dan akan terdiri dari choice board yang berbeda setiap
harinya (ada choice board untuk Senin, Selasa, dsb). Terkadang, di choice board
yang berbeda hari akan ada kegiatan yang berulang, karena ada beberapa
keterampilan yang memang harus dilatih, sehingga menurut bu Santi pengulangan
perlu dilakukan. Saat pertemuan di Google Meet di pagi hari, bu Santi akan
menjelaskan instruksi-instruksi yang ada dalam choice board tersebut. Ibu Santi
memperbolehkan murid untuk memilih kegiatan apa saja yang mereka ingin lakukan,
mana kegiatan yang ingin dilakukan lebih dulu dan kapan mereka mau
melakukannya. Murid juga dipersilahkan memberikan ide kegiatan pada guru yang
akan kemudian dimasukkan oleh guru dalam choice board di hari berikutnya.
Karena bu Santi memahami orang tua mungkin bukan guru, maka setiap akhir minggu
(biasanya di hari Jumat) bu Santi juga akan meluangkan waktu untuk bertemu
dengan para orang tua murid untuk menjelaskan choice board untuk seminggu ke
depan. Bu Santi akan menjelaskan maksud dari setiap kegiatan yang diberikan,
tujuannya dan bagaimana orang tua atau orang dewasa lain di rumah dapat
membantu memastikan agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. (misalnya:
pertanyaan apa yang harus diajukan pada murid saat mereka melakukan kegiatan
tersebut, panduan pengerjaannya, dsbnya). Bu Santi ingin orang tua tidak hanya
memastikan murid mengerjakan aktivitasnya, tetapi juga memahami tujuan
pembelajaran dibaliknya. Di hari berikutnya, saat pertemuan google meet
kembali, bu Santi kemudian akan meminta murid-muridnya untuk melakukan refleksi
terhadap kegiatan yang telah dilakukan di hari sebelumnya.
Situasi
4
Dalam
masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena
sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya
harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai
kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi.
Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira
kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat
dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota
OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan
balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan,
barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah
murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya. Dari pertemuan tersebut,
ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu
menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat
tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja
kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata,
murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam
aktivitas yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan
yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada
guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut. Pak
Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata,
murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar
kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah satu
teman mereka yang “ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan, guru
cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian
tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan
mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi
‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan
bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler.
Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak
dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru.
Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan
pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan
dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler
tersebut sangat besar. Pak Bahri pun merasa senang.
Contoh Program/Kegiatan
Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan Kepemilikan Murid
Situasi
5.
Dalam
satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan pembelajaran terintegrasi berbasis
proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI),
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan
mata pelajaran Teknologi Pakan Ternak (TPK) sebagai mata pelajaran produktif.
Guru pelajaran TPK menantang murid untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak
organik dari lingkungan dan masyarakat sekitar berikut permasalahannya,
kemudian menawarkan solusi untuk mengembangkannya. Tawaran solusi akan
dipaparkan melalui presentasi yang secara teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan
secara konten bahasa akan dinilai oleh Guru BI. Dalam perjalanan, para murid
terlebih dahulu memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi
peternakan ayam negri (broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan
adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. Para murid kemudian mencari, dan
menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar lingkungan mereka dan
mengolahnya menjadi pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber
pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah
cacing sutra yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah.
Setelah beberapa uji coba, mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang
mengkonsumsi pakan dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging
lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat
hal ini dan menghubungkan para murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa
yang mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut dianggap menarik oleh sebuah
waralaba ayam goreng internasional yang beroperasi di kabupaten mereka dan
memutuskan untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk daging ayam
broiler murid-murid ini layak untuk digunakan. Para murid pun diminta
untuk memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi
sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat
peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka
sehingga menghasilkan volume daging yang cukup untuk memasok
daging ayam ke waralaba tersebut.
Situasi
6
Dalam
perjalanan menuju sekolah, seorang murid di sebuah SMK jurusan mesin melihat
seorang ibu yang mengalami kesulitan saat memarut kelapa karena parutan sudah
rusak. Melihat hal itu, murid mempunyai ide untuk dapat membantu kesulitan ibu
tersebut dengan memanfaatkan alat yang ada di sekolah untuk dibuat mesin parut
kelapa. Meskipun berbagai jenis mesin parut kelapa sudah banyak tersedia,
tapi murid itu berkeinginan untuk memanfaatkan bahan-bahan bekas yang dimiliki
sekolahnya. Gagasan untuk membuat mesin parut sederhana kemudian disampaikan
kepada Bu Sri, gurunya. Setelah mendengarkan cerita dan gagasan murid, Bu Sri
menyetujui dan memberikan kesempatan pada murid untuk mencari solusi
permasalahan tersebut. Bu Sri meminta mereka mencari tahu dan mempelajari
tentang cara kerja mesin parut yang sederhana terlebih dulu. Karena pembuatan
mesin parut bukan hal yang cukup mudah, murid berinisiasi untuk bekerja bersama
dengan beberapa murid. Dengan bimbingan guru mereka pun dapat mengembangkan ide
dan alternatif jenis alat, bahan, cara kerja mesin yang dapat membantu
pekerjaan memarut kelapa tersebut. Dalam kurun waktu kurang dari seminggu,
sebuah mesin parut sederhana sudah berhasil diciptakan. Murid-murid mulai
menguji cobakan jalannya mesin tersebut, ternyata ada beberapa bagian yang
terasa belum bisa digunakan secara efektif dan efisien. Melihat hal tersebut,
dilakukan diskusi bersama, masing-masing menyampaikan ide-ide dan mencari
berbagai alternatif solusi agar mesin itu bisa bekerja dengan efektif dan efisien.
Dengan menggunakan alternatif solusi dari beberapa murid, mesin itu pun
diujicobakan kembali. Hasil kerja mesin tersebut ternyata dapat bekerja dengan
baik sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya murid tersebut membuat 2 mesin
sederhana untuk memarut kelapa dan menyerahkan kepada ketua lingkungan
setempat. Ketua lingkungan yang diwakili oleh RT dan RW setempat
mengapresiasi hasil karya murid SMK tersebut dan meminta mereka untuk berbagi
keterampilan membuat mesin pemarut kelapa sederhana kepada pemuda di
Karang Taruna lingkungan. Pihak RT dan Rw menyediakan fasilitas tempat,
peralatan, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh murid-murid. Pihak
sekolah menyambut baik dan memberikan kesempatan lagi kepada murid-murid untuk
mendiskusikan dan mempersiapkan kegiatan berbagi keterampilan kepada
pemuda di lingkungan sekitar sekolah.
Contoh
Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan
Kepemilikan Murid
Video
di situasi 7 menggambarkan tentang kegiatan komunitas belajar di SD Salam yang
menggambarkan suasana pasar tradisional dengan murid yang berperan sebagai
pedagang, penjual. Dengan kegiatan ini terlihat bagaimana suara, pilihan, dan
kepemilikan murid didorong. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak bersama
tayangan video berikut ini.
Materi Kepemimpinan
Murid
Bapak/Ibu
CGP dapat mempelajari dan mengunduh materi Kepemimpinan pada murid berikut ini.
Refleksi
Setelah membaca beberapa situasi yang dideskripsikan di
atas, lakukan refleksi dengan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut
ini:
Jenis Kegiatan atau program apakah yang
dideskripsikan tersebut? Apakah intrakurikuler, ko-kurikuler, atau
ekstrakurikuler?Dalam setiap situasi, identifikasilah dibagian mana dan
bagaimana guru mencoba mempertimbangkan ‘suara’; ‘pilihan’; dan ‘kepemilikan’
murid untuk mendorong tumbuhnya kepemimpinan murid. Jelaskan jawaban
Bapak/Ibu.
Lingkungan yang
Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid
Setelah
membaca contoh-contoh di atas, kami yakin Bapak/Ibu telah mulai dapat lebih
memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan murid dan pentingnya
mempertimbangkan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid dalam
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.
Sekarang,
kami ingin Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk membaca materi
tentang ‘Lingkungan yang Menumbuhkankembangkan Kepemimpinan
Murid’ dan ‘Peran Keterlibatan Komunitas dalam
Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid’ di bawah ini. Materi ini
akan menjadi dasar bagi bagi Bapak/Ibu saat berdiskusi di Forum Diskusi saat
pembelajaran 3 nanti.
Sebagaimana
padi yang hanya akan tumbuh subur pada lingkungan yang sesuai, maka
program/kegiatan sekolah yang berdampak pada murid dan menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid pun akan tumbuh dengan lebih subur jika sekolah dapat
menyediakan lingkungan yang cocok.
Lingkungan
yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa
karakteristik, diantaranya adalah:
- Lingkungan yang
menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif
dan merasakan emosi yang positif, hingga berkemampuan dan berkeinginan
untuk memberikan pengaruh positif kepada kehidupan orang lain dan
sekelilingnya.
- Lingkungan yang
mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara
positif, arif dan bijaksana.
- Lingkungan yang
melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam
proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya.
- Lingkungan yang
melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri,
sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
- Lingkungan yang
membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti
tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui
pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan.
- Lingkungan
tersebut berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa
sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri.
- Lingkungan tersebut menumbuhkan
daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di
tengah kesempitan dan kesulitan.
(di sadur dari Noble Noble, T. & H. McGrath, 2016)
Peran Keterlibatan
Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid.
Dalam
rangka mewujudkan lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan kepemimpinan murid,
guru dan sekolah tentunya tidak dapat bekerja sendiri. Mereka akan memerlukan
dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya dari komunitas. Di dalam bahasan
selanjutnya di bawah ini, kita akan membahas bagaimana peran keterlibatan
komunitas dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.
Dalam
modul 3.2, Bapak dan Ibu sudah mempelajari bahwa salah satu dari tujuh
aset/modal yang dapat menjadi kekuatan sekolah yaitu aset sosial. Komunitas
adalah bentuk dari aset sosial yang dimiliki sekolah yang dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah. Yang
dimaksud dengan komunitas di sini dapat terdiri dari murid, guru, orang tua,
orang dewasa lain yang ada di sekitar murid, dan masyarakat atau lingkungan
sekitar, yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi proses belajar murid. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset dan Teknologi sendiri, telah mengamanatkan tentang pentingnya kemitraan
antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Kemitraan ini disebut
dengan “tri sentra pendidikan”. Kemitraan tri sentra pendidikan
adalah kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat yang
berlandaskan pada asas gotong royong, kesamaan kedudukan, saling percaya,
saling menghormati, dan kesediaan untuk berkorban dalam membangun ekosistem
pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya prestasi peserta didik. Melalui
pemberdayaan, pendayagunaan, dan kolaborasi tri sentra pendidikan ini, maka
keterlibatan yang bermakna dari orangtua dan anggota masyarakat dalam proses
pembelajaran menjadi fokus yang perlu terus diupayakan oleh sekolah.
Sebagai
pusat dari proses pendidikan, murid ‘berada’ dalam lintas komunitas. Mereka
dapat berada sekaligus pada:
- komunitas
keluarga (anggotanya dapat terdiri orang tua, kakak, adik, pengasuh , dsb)
- komunitas kelas
dan antar kelas (anggotanya dapat terdiri teman sesama murid, guru)
- komunitas
sekolah (anggotanya dapat terdiri dari kepala sekolah, pustakawan, penjaga
sekolah, laboran, penjaga keamanan, tenaga kebersihan, petugas kantin,
dsb)
- komunitas
sekitar sekolah (anggotanya dapat terdiri dari RT/RW, tokoh masyarakat
setempat, puskesmas, tokoh agama setempat, dsb)
- komunitas yang
lebih luas. (anggotanya dapat terdiri dari organisasi masyarakat, dunia
usaha, media, universitas, DPR, dsb)
Kesemua
komunitas tersebut secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi proses
pembelajaran murid. Komunitas-komunitas tersebut merupakan aset sosial yang
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di
sekolah, termasuk dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, yaitu dengan
bersama-sama ikut mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’
dalam berbagai peran yang mereka mainkan dan interaksi mereka dengan murid.
Peran Keterlibatan
Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid.
1. Komunitas
keluarga
Bagaimana
kita dapat melibatkan masing-masing komunitas tersebut untuk membantu kita
mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ murid? Mari kita coba
bahas satu persatu.
Komunitas
yang pertama dan utama bagi murid adalah keluarga mereka.
Murid mungkin akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga mereka di
rumah dibandingkan di sekolah. Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita harus
berusaha mencari cara bagaimana keluarga dapat ikut mengambil peran untuk ikut
mendorong munculnya suara, pilihan, dan kepemimpinan murid.
Beberapa
pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu ketika berpikir akan mendorong
keterlibatan mereka.
- Sejauh mana
orang tua telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait dengan upaya
kita menumbuhkan kepemimpinan murid? Apakah mereka memahami apa yang kita
maksud dengan voice, choice, dan ownership? Apa yang perlu
kita lakukan untuk meningkatkan pemahaman mereka?
- Apakah
keterlibatan orangtua dalam program/kegiatan pembelajaran di kelas atau
sekolah kita selama ini telah mendorong dan menguatkan voice,
choice, dan ownership murid, atau justru sebaliknya
melemahkannya? (misalnya apakah orang tua justru mengambil peran yang
seharusnya dapat dilakukan oleh murid dengan dalih ‘ingin membantu’?)
- Kesempatan-kesempatan
apa sajakah yang telah kita berikan kepada orang tua untuk terlibat dalam
program/kegiatan pembelajaran (baik intra, ko, ekstra kurikuler) yang kita
lakukan di kelas atau sekolah? Sejauh mana kesempatan tersebut ditujukan
untuk mendorong voice, choice, dan ownership murid
dan membantu terwujudnya kepemimpinan murid?
- Apa yang sudah
kita lakukan untuk membuat orangtua memahami apa yang sedang dilakukan
oleh anak-anak mereka dalam program/kegiatan pembelajaran yang dilakukan
di kelas atau sekolah? ( sehingga mereka dapat terlibat dalam percakapan
atau komunikasi yang otentik dan relevan dengan anak-anak mereka terkait dengan
apa yang sedang dipelajari oleh mereka di sekolah)
Kami
berharap, lewat beberapa pertanyaan di atas, Bapak/Ibu dapat lebih ‘mindful’
saat ingin melibatkan orang tua dalam proses/kegiatan pembelajaran di sekolah,
agar tujuan kita dalam mewujudkan kepemimpinan murid yang memiliki voice,
choice, dan ownership dapat tercapai.
Di
bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang dapat kita lakukan untuk
melibatkan keluarga dalam program/kegiatan pembelajaran murid untuk menumbuhkan
kepemimpinan murid.
Keluarga |
|
Peran Keterlibatan
Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid
2. Komunitas kelas
dan antarkelas
Komunitas
kelas terdiri dari murid, guru, atau wali kelas, baik yang ada di kelas murid
sendiri maupun di kelas lainnya. Bagaimana guru menavigasi interaksi mereka
dengan murid dan interaksi antara murid dengan murid akan sangat mempengaruhi
bagaimana voice, choice, ownership murid dapat
diwujudkan. Oleh karenanya, peran Bapak/Ibu sangatlah besar disini.
Beberapa
pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan tindakan
apa yang dapat dilakukan oleh Bapak/Ibu untuk mempromosikan voice, choice,
ownership di dalam kelas.
- Apa yang telah
saya lakukan untuk mendorong inkuiri/rasa ingin tahu dan kreativitas
murid?
- Apakah saya
telah memastikan murid memahami apa yang menjadi target dari
program/kegiatan pembelajaran mereka? (sehingga murid dapat mengatur
dirinya sendiri dan memantau upaya mereka dalam mencapai target tersebut)
- Apa yang telah
saya lakukan untuk membantu murid membangun pemahaman mereka sendiri?
Apakah saya selalu memberikan jawaban pada murid? Seberapa sering saya
mengatakan “Bapak/Ibu juga belum mengetahui jawabannya. Mari kita cari
bersama-sama!”
- Apakah saya
memberikan ‘wait time’ saat bertanya kepada murid untuk memberikan
mereka kesempatan berpikir?
- Sejauh mana
saya telah mengkoneksikan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari murid?
- Seberapa sering
saya mengajak murid-murid melakukan refleksi?
- Sudahkah saya
bertanya tentang apa yang mereka ingin pelajari dan apa yang mereka
minati?
- Sejauh mana
saya memberi kesempatan murid untuk memilih cara, dengan siapa dan
bagaimana mereka belajar?
- Apa yang telah
saya lakukan untuk membawa murid ke ‘luar’ kelas/sekolah dan
mengkoneksikan mereka dengan masyarakat dan dunia yang lebih luas?
- dsb.
Di
bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat
Bapak/Ibu lakukan untuk untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam lingkup
kelas.
Komunitas Kelas dan Antar Kelas (misalnya
guru, kepala sekolah, murid-murid) |
|
Peran Keterlibatan
Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid
3. Komunitas
sekolah
Komunitas
sekolah di sini adalah pihak-pihak yang aktif berkegiatan di sekolah (mungkin
tidak berada di kelas setiap hari ), namun ada dalam hidup keseharian sekolah
serta murid-murid di sekolah. Kepala sekolah, konselor, staf administrasi,
tukang parkir, pustakawan, bapak/ibu kantin, penjaga sekolah, pengawas sekolah,
komite sekolah, anggota yayasan serta lainnya adalah contoh anggota komunitas
sekolah. Walaupun mereka tidak secara langsung mengajar murid di kelas atau
terlibat dalam program/kegiatan pembelajaran secara langsung, namun lewat peran
dan apa yang mereka lakukan mempengaruhi proses belajar murid. Mempertimbangkan
peran mereka dalam mendorong voice, choice, dan ownership akan
membantu kesuksesan upaya kita dalam menumbuhkan kepemimpinan murid.
Beberapa
pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana
Bapak/Ibu dapat melibatkan mereka dalam mempromosikan voice, choice, ownership di
dalam berbagai program/kegiatan pembelajaran di kelas dan sekolah.
- Sejauh mana
anggota komunitas sekolah (misalnya tukang parkir, satpam, penjaga kantin,
pustakawan, tenaga kebersihan) telah memahami visi dan misi sekolah kita
terkait dengan upaya kita menumbuhkan kepemimpinan murid? Apakah mereka
memahami apa yang kita maksud dengan voice, choice, dan ownership?
mengapa pemahaman mereka menjadi penting? Apa yang perlu kita lakukan
untuk meningkatkan pemahaman mereka?
- Apakah saya
mengetahui apa saja yang dapat pustakawan sekolah saya kontribusikan untuk
mendukung suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Seberapa sering saya
mengajak pustakawan terlibat dalam proses perencanaan program/kegiatan pembelajaran
di kelas/sekolah saya?
- Bagaimana
tenaga kependidikan, dari mulai tukang parkir, satpam, sampai penjaga
kantin dapat saya dorong untuk membantu membangun lingkungan belajar yang
positif dan menghargai suara, pilihan, dan kepemilikan murid?
- Bagaimana saya
dapat melibatkan mereka untuk membantu mengoneksikan murid-murid saya
dengan dunia di luar kelas mereka sehingga murid-murid dapat memperluas
pembelajaran mereka dan mewujudkan suara serta pilihan mereka?
Di
bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat
Bapak/Ibu lakukan untuk untuk melibatkan komunitas sekolah untuk membantu
menumbuhkan kepemimpinan murid. Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?
Komunitas Sekolah ( misalnya tukang
parkir, pustakawan, laboran, penjaga sekolah, petugas kantin, satpam, tenaga
kebersihan, dsb) |
|
Peran Keterlibatan
Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid
4. Komunitas
sekitar sekolah
Komunitas
sekitar sekolah adalah komunitas yang berada di luar sekolah namun masih dalam
lingkup sekitar sekolah, atau yang dapat kita sebut sebagai masyarakat. Dalam
komunitas ini termasuk apa dan siapa pun yang berada dalam radius yang dekat
dengan sekolah, misalkan: tempat ibadah, rumah sakit, warung, usaha di dekat
sekolah, bisnis yang terkait dengan operasional sekolah (provider ATK,
dan lainnya), perusahaan di mana orang tua bekerja, hingga keluarga besar dari
tiap murid atau orang tua. Mereka mungkin tampak tidak ada kaitannya dengan
program/kegiatan pembelajaran murid di kelas atau sekolah kita, namun memiliki
potensi untuk mendorong suara, pilihan, dan kepemilikan murid karena peranan
yang dapat mereka mainkan.
Beberapa
pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana
melibatkan komunitas sekitar sekolah untuk membantu mempromosikan voice,
choice, dan ownership.
- Apakah saya
mengetahui isu-isu yang sedang terjadi di dalam masyarakat yang ada di
sekitar sekolah? Bagaimana saya dapat mengetahuinya?
- Bagaimana saya
dapat membawa isu-isu tersebut ke dalam kelas dan mentrasnformasikannya
menjadi wahana untuk mewujudkan suara, pilihan dan kepemilikan murid?
- Bagaimana saya
dapat membuka ruang dialog dengan masyarakat sekitar sehingga saya dapat
mengomunikasikan harapan saya tentang kepemimpinan murid yang ingin saya
wujudkan di diri murid-murid saya?
Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan untuk untuk melibatkan komunitas sekitar sekolah untuk membantu menumbuhkan kepemimpinan murid. Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya.
Peran Keterlibatan
Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid
5. Komunitas yang
lebih luas
Komunitas
yang terakhir adalah komunitas yang jauh dari sekolah namun berpeluang dan
mampu mempengaruhi sekolah. Media massa (lokal, nasional, regional, dunia),
media sosial, universitas, pemerintah (daerah, pusat), ormas, parpol,
dunia usaha, dunia industri, dan lainnya merupakan contoh dari komunitas yang
lebih luas.
Walaupun
komunitas ini mungkin tidak langsung berinteraksi dengan murid-murid kita,
namun keberadaan mereka mungkin dirasakan anak-anak atau mempengaruhi
anak-anak. Contoh, meskipun mereka tidak berinteraksi langsung dengan para
youtuber, namun apa yang dilakukan oleh youtuber dan pendapat-pendapat mereka
mungkin mempengaruhi anak-anak. Oleh karena itu, peran komunitas yang lebih
luas ini dalam membantu mewujudkan kepemimpinan murid yang mempromosikan suara,
pilihan dan kepemilikan murid voice, choice, dan ownership
bisa menjadi signifikan.
Beberapa
pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan bagaimana
dapat melibatkan komunitas yang lebih luas untuk membantu mempromosikan suara,
pilihan dan kepemilikan murid voice, choice, dan ownership.
- Siapa sajakah
yang termasuk dalam komunitas yang lebih luas ini? Bagaimana mereka dapat
secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh dalam
program/kegiatan pembelajaran di kelas/sekolah?
- Apakah
memungkinkan bagi saya untuk melibatkan mereka secara langsung dalam
program/kegiatan pembelajaran yang saya lakukan di kelas/sekolah saya?
- Jika tidak
memungkinkan, bagaimana saya dapat memanfaatkan konten, produk, dari
komunitas ini (misalnya berita terkini, artikel, jurnal penelitian,
peraturan, kebijakan) dan membawanya ke kelas/sekolah untuk memunculkan
inkuiri murid-murid saya?
- Komunikasi
seperti apa yang harus saya lakukan untuk mendorong keterlibatan?
Peran Keterlibatan
Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid
Komunitas-komunitas
yang mendukung kepemimpinan murid tentunya akan memahami bahwa sesungguhnya
murid-murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan. Mereka akan
berusaha menciptakan kesempatan-kesempatan yang mendorong tumbuhnya dan
berkembangnya berbagai sikap dan keterampilan-keterampilan penting dalam diri
murid, misalnya sikap percaya diri, mandiri, kreatif, gigih, keterampilan
berpikir kritis, dalam berbagai interaksi yang mereka lakukan dengan
murid, sehingga murid akan senantiasa merasa didukung, berdaya, dan
memiliki efikasi diri yang tinggi.
Komunitas
memiliki peran penting dalam membantu mewujudkan lingkungan belajar yang
mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid karena:
- membantu
menyediakan kesempatan bagi murid untuk mewujudkan pilihan dan suara
mereka.
- membantu murid
untuk belajar melihat dan merasakan dampak dari pilihan dan suara yang
dibuatnya.
- membantu
membentuk identitas diri dan efikasi diri murid yang lebih kuat.
- membantu murid
untuk dapat tumbuh menjadi agen perubahan yang dapat memberikan kontribusi
yang berarti terhadap diri sendiri, orang lain, masyarakat serta
lingkungan di sekitarnya.
Kita
dapat melibatkan lintas komunitas tersebut dalam proses pembelajaran murid.
Namun, yang perlu diingat, jika kita ingin keterlibatan mereka dapat membantu
mewujudkan kepemimpinan murid, maka keterlibatan mereka harus dapat
mendorong aspek suara, pilihan dan kepemilikan murid. Jangan sampai
keterlibatan komunitas justru membuat ketiga aspek tersebut menjadi berkurang.
Untuk
dapat mempromosikan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid, berikut adalah
beberapa prinsip yang dapat dijadikan panduan dalam membangun interaksi murid
dengan komunitas:
- Membangun
suasana yang menghargai murid. Hal ini agar dalam interaksinya dengan komunitas,
murid akan senantiasa merasa disambut. dipercaya, dan aman secara fisik
dan emosional.
- Mendengarkan
murid. Agar dapat tercipta sikap saling memahami dan saling percaya, maka
perlu ada upaya untuk mendengarkan murid dengan tulus dan penuh perhatian.
Terkadang mungkin tidak mudah melakukan hal ini karena tidak semua
anak-anak mampu mengekspresikan apa yang ada dipikirannya dengan jelas.
Perlu adanya kesabaran dan empati dari komunitas.
- Dialog atau
komunikasi dengan murid. Saat membangun pemahaman, murid akan mengkonstruksi
pemahamannya melalui proses refleksi dari pengalaman interaksinya
dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Oleh karenanya,
berkomunikasi dengan murid secara demokratis dan setara menjadi penting.
Komunikasi ini harus bersifat dua arah dan bersifat dialog dengan murid,
dan bukan bersifat orang dewasa yang ‘memberi perintah’ kepada murid.
Dengan meluangkan waktu untuk berdialog dan menanggapi gagasan murid
tentang tindakan mereka, akan membantu murid untuk sampai pada pemahaman.
- Menempatkan
murid dalam kursi pengemudi. Dalam proses pembuatan keputusan, komunitas dapat
memberikan saran atau mendorong ide-ide murid, namun pada akhirnya perlu
memastikan bahwa murid lah yang akan mengambil keputusan.